TROBOS.CO, LUMAJANG – Periode pendudukan Jepang antara tahun 1942 hingga 1945 meninggalkan luka dan kesengsaraan mendalam bagi masyarakat Lumajang. Di balik propaganda “Saudara Tua”, Jepang mengeksploitasi sumber daya alam dan manusia secara masif untuk kepentingan perang mereka.
Kisah kelam ini terungkap secara rinci dalam sebuah skripsi berjudul “Pendudukan Jepang di Lumajang Tahun 1942-1945” yang ditulis oleh Dini Zakiyah Darajat, seorang mahasiswi Universitas Jember pada tahun 2012. Penelitian sejarah yang kini menjadi guru di SDN Boreng 01 Lumajang itu membedah secara komprehensif latar belakang, proses, kebijakan, dan dampak penjajahan Jepang di Lumajang.
Menurut penelitian tersebut, infiltrasi Jepang di Lumajang bahkan telah dimulai jauh sebelum tahun 1942. Mereka mengirimkan delegasi yang menyamar sebagai pedagang, pemilik toko kelontong, dan pengusaha penggilingan padi untuk memetakan potensi daerah.
Dua Faktor Utama Pendudukan
Hasil penelitian Dini menyimpulkan ada dua faktor utama yang melatarbelakangi pendudukan Jepang di Lumajang: ekonomi dan politik.
Secara ekonomi, Lumajang dianggap sebagai daerah yang sangat potensial di bidang pertanian dan perkebunan. Wilayah ini dijadikan lumbung pangan untuk memenuhi logistik tentara Jepang. Selain itu, populasinya yang padat dimanfaatkan sebagai sumber tenaga kerja paksa (romusha) untuk mendukung Perang Asia Timur Raya.
Secara politik dan strategis, posisi geografis Lumajang di pesisir selatan dianggap vital untuk menghalau kemungkinan serangan tentara sekutu. Untuk itu, Jepang membangun serangkaian bunker pertahanan di sepanjang pantai selatan, sebuah proyek yang memakan banyak korban jiwa dari kalangan pekerja paksa. Hingga hari ini, sisa-sisa bunker tersebut masih bisa ditemukan.
Untuk memuluskan agenda politiknya, Jepang juga memanfaatkan tokoh-tokoh lokal yang diangkat sebagai pemimpin boneka agar masyarakat mudah dimobilisasi dan percaya pada kekuasaan mereka.
Warisan Sejarah dan Rekomendasi
Dampak pendudukan Jepang, pada intinya, adalah kesengsaraan multidimensional bagi rakyat Lumajang. Melihat pentingnya nilai sejarah dari peninggalan periode ini, Dini dalam penelitiannya merekomendasikan beberapa hal.
Pertama, ia menyarankan agar Pemerintah Kabupaten Lumajang lebih memperhatikan kondisi situs-situs sejarah peninggalan Jepang, seperti bunker, untuk dilestarikan dan dimanfaatkan sebagai objek wisata sejarah.
Kedua, ia berharap pemerintah memperkaya dan menyebarluaskan literatur mengenai sejarah lokal Lumajang, terutama kepada para siswa, agar generasi muda dapat dengan mudah mempelajari dan memahami sejarah daerahnya sendiri.