TROBOS.CO – LUMAJANG | Untuk memberi gambaran kepada generasi muda tentang sosok-sosok pemimpin daerah di masa lalu, TROBOS.CO menghadirkan seri tulisan “Mengenang Bupati dari Masa ke Masa.”
Tulisan ini tidak disusun secara kronologis agar tidak terkesan formal atau kaku, melainkan diambil secara acak dari kesan dan cerita masyarakat yang pernah merasakan kepemimpinan mereka.
Salah satu sosok yang paling dikenang adalah Drs. Achmad Fauzi, Bupati Lumajang yang menjabat selama dua periode (1998–2003 dan 2003–2008).
Bupati asal Malang ini dikenal sebagai figur humble, supel, dan sangat dekat dengan rakyat maupun bawahannya.
Pak Fauzi memiliki gaya komunikasi yang akrab dan sederhana. Kepada pejabat di bawahnya seperti kepala dinas atau kepala bagian, beliau sering memanggil dengan sebutan “emas” — panggilan khas Jawa yang menunjukkan keakraban dan rasa hormat.
Dalam berbagai acara resmi, beliau kerap menyelipkan bahasa Jawa medhok yang membuat suasana menjadi hangat dan tidak kaku.
“Beliau itu mudah hafal nama orang. Saya baru sekali bertemu, tapi pertemuan berikutnya beliau sudah ingat nama saya,” kenang Suharwoko, mantan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Lumajang.
Di bawah kepemimpinannya, kondisi sosial-politik Lumajang relatif kondusif. Konflik horizontal jarang sekali terjadi. Ketika muncul tanda-tanda gesekan, Pak Fauzi segera turun tangan dengan cara khasnya: mendatangi tokoh masyarakat, ulama, dan pihak terkait untuk berdialog dari hati ke hati.
Ia sering mengulang prinsipnya, “Kita selesaikan Lumajang dengan cara Lumajangan.”
Pendekatan ini terbukti efektif meredam potensi konflik. Lumajang menjadi daerah yang stabil dan harmonis di tengah gejolak sosial yang sempat melanda beberapa daerah lain pada masa itu.
Di lingkungan pemerintahan, Achmad Fauzi dikenal sebagai sosok ayah bagi para stafnya. Ia tidak segan menegur bawahan, tetapi selalu dengan cara membimbing, bukan menghakimi.
Beliau melindungi aparat yang terpeleset dalam tugas selama masih mau memperbaiki diri. Sifatnya yang tenang, sabar, dan percaya diri membuatnya disegani sekaligus dicintai.
Tidak berlebihan jika banyak yang menggambarkannya sebagai pemimpin yang “cool, calm, and confident.”
Pak Fauzi tidak hanya dikenal karena kepribadiannya yang hangat, tetapi juga karena gagasannya yang progresif dan realistis.
Di awal masa kepemimpinannya, ia menggulirkan “Tri Program Plus” — yaitu fokus pada bidang pertanian, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata.
Di bidang pertanian, Lumajang berhasil mempertahankan statusnya sebagai lumbung padi dan pemasok pangan nasional. Ia juga melanjutkan pemindahan terminal kota ke Wonorejo, langkah strategis untuk mengubah kesan Lumajang dari kota kecil terpencil menjadi daerah yang terbuka dan terhubung dengan jalur utama Surabaya–Jember–Banyuwangi.
Wajah kota Lumajang turut berubah berkat pembangunan kantor Pemda dan infrastruktur kota yang masih berdiri kokoh hingga kini. Pak Fauzi juga dikenal sebagai perintis pengenalan objek wisata B29 ke publik, sekaligus membuka jalur tembus Lumajang Timur dan merenovasi Pendopo Kabupaten.
Kedekatan Pak Fauzi dengan kalangan kyai sepuh menjadi catatan tersendiri. Beliau sering memperhatikan kesehatan mereka dan tak jarang memberikan bantuan secara pribadi.
Di sisi lain, ia juga peduli pada anak-anak desa.
Bahkan, ketika dalam perjalanan dinas bertemu siswa sekolah pedesaan, beliau kerap memberi uang saku (sangu) — sebuah kebiasaan kecil yang mencerminkan hati besar seorang pemimpin.
Sosok Drs. Achmad Fauzi bukan hanya dikenang karena keberhasilannya membangun Lumajang, tetapi juga karena ketulusan dan keteguhan hati dalam memimpin.
Namanya menjadi bagian dari sejarah Lumajang yang penuh warna, menginspirasi generasi penerus untuk memimpin dengan hati, bukan sekadar jabatan.
Semoga segala kebaikan dan pengabdian beliau menjadi amal jariyah yang terus mengalir.
Al-Fatihah untuk Bapak Achmad Fauzi.
Redaktur TROBOS.CO







