trobos.co – Masjid Jogokariyan di Sleman, Yogyakarta, dikenal dengan sebutan kecil-kecil cabe rawit. Meski berdiri di atas lahan terbatas, masjid ini berkembang pesat hingga menjadi percontohan nasional berkat inovasi manajemen dan perannya dalam pemberdayaan jamaah.
Dari Mushola Menjadi Masjid Percontohan
Awalnya, Masjid Jogokariyan hanyalah sebuah mushola kecil. Seiring waktu, pengelolaannya berkembang pesat hingga direnovasi menjadi masjid tiga lantai di atas tanah seluas 1.478 m² (lantai 1: ±387 m², lantai 2: ±400 m², lantai 3: ±170 m²).
Pada tahun 2016, Kementerian Agama RI menetapkannya sebagai Pilot National Grand Mosque karena inovasi manajemen serta kiprahnya sebagai agen perubahan sosial dan ekonomi di masyarakat.
Fasilitas Lengkap dan Modern
Masjid ini memiliki berbagai fasilitas penunjang, antara lain: ruang serbaguna, poliklinik, perpustakaan, Islamic Center, penginapan setara hotel bintang 4 dengan 11 kamar, kantor, hall, menara, hingga layanan modern seperti fingerprint registrasi jamaah dan ATM beras.
Keberadaan fasilitas tersebut menjadikan masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga pusat aktivitas sosial, dakwah, hingga pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Transparansi dan Kepercayaan Jamaah

Kunci sukses pengelolaan Masjid Jogokariyan terletak pada transparansi takmir kepada jamaah. Semua program disampaikan secara terbuka sehingga jamaah terdorong untuk mendukung penuh.
Contohnya, saat penggalangan dana untuk pemasangan lift senilai Rp850 juta. Takmir hanya membagikan foto seorang jamaah tua yang kesulitan naik ke lantai tiga disertai ajakan donasi sebesar Rp15.000 per orang. Hasilnya luar biasa: dalam waktu sebulan, dana terkumpul penuh dan lift berhasil dipasang.
Cerita serupa terjadi ketika seorang jamaah berniat menyumbang karpet. Setelah mengetahui kebutuhan karpet lantai dua mencapai Rp300 juta, ia langsung menggalang keluarganya hingga dana terkumpul dan karpet terpasang.
Studi Banding dan Inspirasi Nasional
Banyak pihak melakukan studi banding ke Masjid Jogokariyan untuk belajar soal keterlibatan masyarakat dalam memakmurkan masjid. Salah satu contoh inspiratif adalah program Kampung Ramadan.
Setiap malam Ramadan, takmir menyediakan makanan buka puasa untuk 3.500 orang dan jumlahnya terus meningkat. Anak muda, jamaah, dan masyarakat sekitar terlibat aktif dalam kegiatan ini. Puluhan lapak gratis juga disediakan bagi warga untuk berjualan, mulai dari nasi rawon, pecel, hingga aneka jajanan khas Jogja.
Melalui program-program tersebut, masjid mampu menyejahterakan warga, dan pada saat yang sama warga ikut memakmurkan masjid.
Regenerasi dan Kaderisasi
Selain itu, Masjid Jogokariyan juga melibatkan pemuda dalam berbagai kegiatan untuk memastikan kaderisasi dan regenerasi takmir berjalan baik. Dengan cara ini, masjid tidak hanya bertahan, tetapi terus berkembang menjadi pusat peradaban umat.
Oleh: Suharyo, Pemerhati Masalah-Masalah Sepele