Karakter Manusia Berjiwa Malaikat: Hati Bersih, Iman Kuat, dan Hidup Penuh Kebaikan

TROBOS.CO | Opini – Ada sebuah buku berjudul Manusia Berjiwa Malaikat. Isinya ringan, renyah, dan enak dibaca, bahkan sangat perlu direnungkan.

Jiwa malaikat menggambarkan sosok yang bersih, tidak kotor, dan tidak langganan berbuat salah. Malaikat selalu tunduk dan patuh kepada Allah, hidup dalam zona aman—jauh dari pelanggaran, maksiat, dan kedurhakaan.

Setiap orang pasti ingin menjadi pribadi yang baik: jauh dari dosa, selalu tunduk dan taat kepada Sang Pencipta. Namun, mencapainya tidaklah mudah. Sering kali langkah hidup tersandung, bahkan terperosok ke dalam jurang hina.

Tidak ada manusia yang bercita-cita menjadi sampah masyarakat atau sumber masalah yang dikucilkan. Namun kenyataannya, banyak yang terjebak dalam kehidupan yang kelam dan hina.

Padahal, orang tua telah berikhtiar siang dan malam agar anaknya tumbuh menjadi pribadi mulia—dengan lisan yang selalu berzikir dan doa yang tak putus. Tapi kadang, bisikan dan ajakan iblis lebih kuat hingga seseorang tercebur ke lembah dosa.

Hidup adalah proses—seperti roda yang berputar. Ada kalanya di atas, di samping, dan di bawah. Saat berada di atas, jangan sombong. Sebab roda pasti akan berputar turun. Saat berada di bawah, jangan berlarut dalam kesedihan apalagi berputus asa. Sebab akan tiba waktunya roda itu kembali naik ke puncak.

Karena itu, ikhtiar, doa, dan kebaikan harus terus dilakukan. Meski terkadang hasilnya tak selalu sejalan dengan harapan. Namun, banyak pula yang sukses—ikhtiarnya berhasil, doanya dikabulkan, dan hidupnya menjadi mulia. Itulah manusia yang berjiwa malaikat.

Mereka memiliki jiwa yang teduh, iman yang tumbuh, ibadah yang kuat, sikap yang tawadhu, dan amal saleh yang luar biasa. Mereka juga hormat kepada orang tua serta menjaga lisan dari ucapan yang sia-sia.

Mereka selalu berpikir positif (husnudzon), berbicara dengan penuh kendali sesuai pesan Nabi SAW:

“Berkatalah yang baik, atau diamlah.”

Manusia berjiwa malaikat dapat dijumpai di mana saja—di berbagai profesi, usia, dan status sosial. Bisa jadi seorang TNI, polisi, guru, dokter, wartawan, nelayan, buruh, hingga pengemis.

Suatu ketika, sahabat Umar bin Khattab pernah berkata kepada sahabat lain, “Apakah kalian ingin tahu calon penghuni surga?”
Mereka menjawab, “Ya, tentu.”

Umar pun menunjuk seseorang yang pekerjaannya hanyalah mengais sampah. “Orang ini,” katanya.
Sahabat lain bertanya, “Apa kelebihannya wahai Amirul Mukminin?”
Umar menjawab, “Hatinya bersih, tidak ada iri dan dengki kepada orang lain.”

Itulah karakter sejati manusia berjiwa malaikat. Mereka mungkin sederhana dalam penampilan, tetapi luhur dalam hati.

(Agus Salim Noor – Penulis dan pemerhati masalah sosial, tinggal di Yogyakarta)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *