DPR Tidak Bisa Dibubarkan, Pemilu Langsung Perlu Dievaluasi

trobos.co – Belakangan ini muncul wacana mengenai pembubaran DPR. Menurut saya, gagasan tersebut jelas tidak masuk akal. DPR adalah instrumen penting dalam kehidupan bernegara yang tidak bisa dilepaskan dari ideologi bangsa, Pancasila—khususnya sila keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

Sila tersebut menegaskan bahwa rakyat cukup memilih partai politik, kemudian wakil-wakil rakyat di DPR-lah yang menyalurkan aspirasi mereka, termasuk dalam hal memilih pemimpin: bupati, gubernur, hingga presiden.

banner 336x280

Damainya Pemilu Sebelum Sistem Langsung

Sebelum pemilu langsung diberlakukan, suasana politik terasa lebih damai. Rakyat hanya datang ke TPS untuk memilih partai. Pesta demokrasi berjalan wajar, tanpa ketegangan yang berlebihan.

Tidak ada perang baliho, tidak ada politik uang yang merajalela, dan tidak ada permusuhan antar tetangga hanya karena berbeda pilihan calon. Semua berlangsung efisien dan tenang.

Masalah Pemilu Langsung

Berbeda dengan kondisi sekarang. Pemilu langsung menimbulkan banyak persoalan:

  • Biaya politik sangat mahal. Calon bupati atau gubernur bisa menghabiskan miliaran rupiah hanya untuk kampanye. Calon presiden bahkan harus mengeluarkan dana yang jauh lebih besar. Akibatnya, banyak yang terjerat “utang politik”.

  • Praktik balas budi. Setelah berkuasa, para pemimpin terpaksa membayar utang tersebut dengan bagi-bagi jabatan, proyek, atau bahkan membuka celah korupsi.

  • Konflik horizontal. Pemilu langsung sering memicu perpecahan masyarakat. Hubungan keluarga dan pertemanan retak hanya karena berbeda pilihan. Media sosial penuh dengan saling sindir dan hujatan.

Alih-alih pesta demokrasi, pemilu langsung justru berubah menjadi pertarungan sengit yang menguras energi bangsa.

Kembali pada Semangat Musyawarah

Kalau mau jujur, sistem perwakilan lewat DPR sebenarnya lebih menenangkan. Rakyat cukup menyalurkan aspirasi melalui partai, lalu wakil rakyat yang menentukan pemimpin terbaik lewat mekanisme musyawarah.

Hasilnya mungkin tidak selalu sempurna, tetapi lebih sesuai dengan prinsip permusyawaratan yang telah digariskan para pendiri bangsa.

Karena itu, menurut hemat saya, yang perlu dievaluasi bukan DPR, melainkan sistem pemilu langsung yang terbukti membawa lebih banyak mudarat. Demokrasi tetap bisa sehat tanpa biaya politik yang mahal dan konflik sosial yang melelahkan.

Saatnya kembali pada sistem yang lebih bijak: rakyat memilih partai, DPR bermusyawarah, dan pemimpin lahir dari representasi yang sesuai dengan sila keempat Pancasila.

Oleh: Muhammad Khoirul Anam, S.H.
*) Pengurus Yayasan Ar Rahman Kunir Lumajang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *