Bangsa Indonesia baru saja memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-80. Sebagai bagian dari anak bangsa, kita patut bersyukur karena telah menikmati alam kemerdekaan selama delapan dekade. Semoga di usia ini, bangsa kita terus bergerak menuju perbaikan dan para pemimpinnya mampu mengemban amanah dengan sebaik-baiknya.
Namun, jika kemerdekaan itu kita tarik dari konteks negara ke ranah individu, sebuah pertanyaan patut kita renungkan: apakah setiap diri kita sudah merdeka?
Dalam perspektif Islam, kemerdekaan sejati seseorang dapat diukur dari tiga hal.
Merdeka dari Tekanan dan Dominasi Orang Lain
Seseorang dapat dikatakan merdeka apabila ia tidak berada dalam tekanan atau dominasi pihak lain, baik secara fisik maupun psikis. Artinya, setiap tindakan yang ia lakukan bukanlah buah dari keterpaksaan, melainkan murni atas dasar keyakinan bahwa hal itu sesuai dengan hati nuraninya.
Merdeka dari Perbudakan Harta
Kemerdekaan sejati juga berarti seseorang tidak diperbudak oleh harta. Ia memandang harta hanya sebagai sarana untuk menyempurnakan kehidupan, bukan tujuan akhir yang harus digenggam sekuat tenaga.
Dalam praktik keseharian, seringkali kita melihat orang yang seluruh waktu, tenaga, dan pikirannya tercurah hanya untuk menumpuk harta. Tanpa sadar, harta telah memperbudak dirinya hingga ia menempuh segala cara untuk mendapatkannya dan melupakan Sang Maha Pemberi Rezeki.
Allah SWT mengingatkan dengan tegas dalam Al-Qur’an:
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barangsiapa berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Munafiqun: 9)
Merdeka dari Perbudakan Hawa Nafsu
Terakhir, seseorang dikatakan merdeka apabila ia tidak diperbudak oleh hawa nafsunya. Dalam konteks spiritual, nafsu adalah dorongan kuat yang cenderung membawa pada keburukan.
Orang yang merdeka dari nafsu adalah ia yang mampu mengendalikan dorongan tersebut; mengubah keinginan untuk berbuat fasik menjadi keinginan untuk melakukan kebaikan, menebar kemaslahatan, dan menciptakan kedamaian.
*) Penulis adalah Pengurus Dewan Pendidikan dan Pengurus MUI Kabupaten Lumajang.