Ulul Albab: Menapaki Jalan Kesempurnaan

Dalam bentangan kehidupan, manusia dapat digolongkan menjadi tiga tipe berdasarkan fokus pikiran dan percakapannya. Pernahkah kita bertanya, di manakah posisi kita di antara ketiganya?

Golongan Ulul Albab: Para Cendekia

Kelompok pertama adalah mereka yang cerdik pandai. Waktu dan energi mereka tercurah untuk membahas gagasan, pemikiran, dan ilmu pengetahuan. Mereka adalah kaum Ulul Albab—para cendekiawan yang tak pernah kenyang belajar dari hasil berpikir dan berzikir.

banner 336x280

Pola pikir mereka begitu mendalam hingga menyentuh dinding zikir; melihat segala sesuatu selalu terhubung dengan kesadaran akan kebesaran Allah. Dari lisan mereka, mengalirlah ungkapan tulus:

“Robbana ma kholaqta hadza bathila…” (QS. Ali Imran: 191)

Artinya: “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia…”

Bagi mereka, aktivitas berpikir dan berzikir adalah satu tarikan napas yang tak terpisahkan. Baik dalam keadaan berdiri, duduk, maupun berbaring, pikiran dan hati mereka senantiasa tertuju kepada Tuhan sebagai muara segala kebenaran.

Golongan Orang Biasa: Para Pemerhati Peristiwa

Tipe kedua adalah orang biasa. Fokus utama percakapan mereka berkisar pada peristiwa yang mereka lihat, dengar, atau alami. Pikiran mereka cenderung berhenti di permukaan, tak mampu menembus makna yang lebih dalam di balik sebuah kejadian.

Karena keterbatasan ini, mereka mudah merasa lelah, cemas, dan gampang menyerah saat dihadapkan pada tantangan hidup.

Golongan Orang Jahil: Para Pembicara Aib

Kelompok ketiga adalah mereka yang waktunya habis untuk membicarakan orang lain. Dengan tajam, mereka mampu menemukan titik lemah sesama, seolah-olah keburukan itu terlihat begitu nyata. Benarlah kata peribahasa, “Kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tak tampak.”

Kebiasaan ini menjadi semakin nikmat ketika ada yang menimpali, memberi bumbu penyedap, dan mendukung percakapan tersebut. Padahal, apa yang mereka lakukan adalah perbuatan laghwun—sia-sia belaka, tanpa guna dan manfaat.

Jika yang dibicarakan sesuai fakta, mereka telah jatuh dalam ghibah (menggunjing). Jika salah, mereka terjerumus ke dalam fitnah. Allah SWT bahkan mengibaratkan perilaku ini layaknya memakan bangkai saudaranya sendiri.

Menuju Puncak Kesadaran

Dari ketiga golongan tersebut, tampak jelas perbedaan kualitasnya. Orang bijak (Ulul Albab) melihat masalah untuk ditelisik akarnya, lalu memberi solusi. Orang biasa hanya saling melempar cerita tanpa ujung dan tujuan. Sementara orang jahil, dari pos ronda hingga teras rumah, menyebarkan gunjingan yang tak disadari menggerogoti jiwa mereka sendiri.

Maka, marilah kita terus berupaya meningkatkan kualitas diri. Berusaha untuk berpikir hingga sampai pada kesadaran yang paling dalam, kesadaran yang terhubung kepada Tuhan. Itulah jalan Ulul Albab, jalan yang dipilih oleh manusia-manusia yang merindukan kebenaran sejati.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *