trobos.co – Banyak orang mengatakan bahwa menulis itu gampang-gampang susah. Ungkapan tersebut ada benarnya. Mudah bagi yang sudah terbiasa menulis, menguasai bahan, dan paham cara menuangkan ide. Namun, terasa sulit bagi mereka yang belum pernah mencoba, tidak menguasai materi, dan tidak tahu teori dasar menulis.
Padahal, pada hakikatnya menulis itu sama dengan berbicara. Dalam berbicara, orang biasanya tidak memikirkan terlalu lama kata-kata apa yang akan dipakai, dari mana memulai, bagaimana menyusun kalimat, atau seberapa panjang paragrafnya. Semua mengalir begitu saja. Begitu pula menulis, jika sudah dilatih.
Empat Tipe Penulis dan Pembicara
Dalam praktiknya, setidaknya ada empat tipe orang dalam hal menulis dan berbicara:
Pertama, mereka yang pandai menulis sekaligus piawai berbicara. Bung Karno adalah contoh nyata. Ia dikenal sebagai singa podium di dalam maupun luar negeri. Dengan penguasaan tujuh bahasa asing, ia bisa berbicara tenang, lantang, dan penuh wibawa di forum apa pun.
Tidak hanya itu, Bung Karno juga produktif menulis. Salah satu karyanya, buku Sarinah, merupakan bukti bagaimana kelancaran lisannya sejalan dengan kekuatan tulisannya.
Di dunia Islam, ada tokoh besar seperti Dr. Yusuf Qardhawi. Ulama produktif asal Mesir ini suatu ketika diminta menulis kata pengantar untuk sebuah buku. Namun, karena begitu lancarnya ide mengalir, tulisan itu melebar hingga akhirnya menjadi sebuah buku tersendiri.
Kedua, ada orang yang berbicara sangat lancar, namun kesulitan menulis. Contoh nyata adalah KH Zainuddin MZ. Sang Dai Sejuta Umat ini mampu berpidato berjam-jam, memukau dan menggugah pendengar dengan keluwesan retorikanya. Namun, hingga akhir hayat, tidak ada satu pun buku yang lahir dari tangannya.
Ketiga, ada orang yang justru sebaliknya: kurang pandai berbicara, tetapi tulisan-tulisannya menggetarkan dunia. Bung Hatta adalah contohnya. Wakil Presiden pertama RI ini dikenal kaku dan membosankan saat berpidato, kata Prof. Hamka. Namun, ketika menulis, kalimat-kalimatnya mampu membuat kolonial ketakutan. Bahkan, menjelang pembuangannya ke penjara, Bung Hatta mengajukan syarat agar seluruh koleksi perpustakaannya dibawa serta—sebagai sumber inspirasi dalam menulis.
Keempat, ada tipe orang yang menghadapi kesulitan ganda: tidak bisa menulis, tidak pula pandai berbicara. Disuruh menulis, ia menyerah dengan berbagai alasan: tidak ada kertas, tidak ada pena, atau tidak ada mesin ketik. Disuruh berbicara, ia menolak karena tidak biasa tampil di podium, takut, gemetaran, atau khawatir blank.
Menjadi Penulis dan Pembicara
Idealnya, kita berusaha melatih diri untuk mampu berbicara sekaligus menulis, meski mungkin tidak sehebat para tokoh di atas. Kemampuan menulis akan menolong kita menuangkan gagasan secara terstruktur, sementara kemampuan berbicara akan membantu menyampaikan ide dengan penuh keyakinan di hadapan orang lain.
Oleh: Suharyo AP *)
*) Penulis adalah pemerhati masalah-masalah sepele.