Menulis Itu Mudah dan Menyenangkan: Belajar dari Para Penulis Hebat

TROBOS.CO | Banyak orang merasa menulis itu sulit. Padahal, bila uneg-uneg dan ide yang menumpuk dalam pikiran dituangkan sedikit demi sedikit, menulis justru menjadi kegiatan yang mudah dan menyenangkan.

Bagi yang belum terbiasa menulis, sering muncul perasaan bahwa kepala penuh dengan bahan tulisan. Namun karena bingung dari mana memulainya, semua ide dibiarkan menggumpal tanpa arah.

Ibarat petugas kebersihan yang melihat tumpukan sampah, ia tahu harus dibersihkan, tetapi bingung dari mana memulainya. Padahal, seperti kata Aa’ Gym, “Kalau kita melihat gundukan sampah dan ingin membersihkannya, lakukan selembar demi selembar. Akhirnya nanti berkurang juga.”

Saran populer beliau, “Mulailah dari hal kecil, mulai dari diri sendiri, dan lakukan sekarang juga.”
Demikian pula dengan menulis: cukup ambil “selembar demi selembar” pikiran dan ubah menjadi kalimat. Lama-lama, ide yang menumpuk akan terurai, dan menulis menjadi kebiasaan yang mengalir.

Kunci utama bagi penulis pemula adalah mengubah mindset. Jika selama ini menganggap menulis itu sulit, ubah menjadi: menulis itu mudah dan bisa dilakukan siapa pun.
Tulislah sedikit demi sedikit. Insya Allah tulisan akan mengalir dengan ringan, dan lambat laun, justru muncul rasa haus untuk terus menulis karena ide terasa menguap habis.

Ada kecenderungan menarik: orang hebat selalu meninggalkan karya dalam bentuk tulisan.
Contohnya, Prof. Dr. Hamka — meski hanya lulusan kelas 3 SD — tak pernah berhenti menulis. Di sela-sela kesibukan dan kunjungan tamu, jemarinya tetap menari di atas mesin ketik. Mereka yang datang ke rumah Buya Hamka pun otomatis tersaring; hanya yang benar-benar memiliki tujuan penting yang bertahan.

Dalam perjalanannya, Buya Hamka berhasil menulis 113 judul buku, dengan karya paling monumental yakni Tafsir Al-Azhar. Dari 30 juz, tiga diselesaikan di rumah, dan sisanya—27 juz—ditulis ketika beliau berada di penjara Orde Baru.

Di Mesir, Dr. Yusuf Qardhawi dikenal sebagai penulis produktif dengan karya lintas tema: fiqih, aqidah, kepemudaan, dan wawasan keislaman. Suatu kali, ketika hanya diminta menulis kata pengantar buku, tulisannya justru mengalir begitu panjang hingga akhirnya menjadi buku utuh tersendiri.

Tak kalah menginspirasi, Korrie Layun Rampan, seorang sastrawan besar Indonesia, menulis hingga 357 judul buku sepanjang hidupnya. Terlepas dari materi atau ketenaran, karya-karya mereka telah memperkaya memori publik dan menghidupkan semangat literasi bangsa.

Menulis tidak selalu membutuhkan waktu luang atau bakat besar. Cukup kemauan dan konsistensi menulis sedikit demi sedikit. Karena sejatinya, tulisan adalah cara paling abadi untuk meninggalkan jejak pemikiran dan inspirasi bagi generasi berikutnya.

Redaktur TROBOS.CO

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *