Cahaya Al-Qur’an dan Fisika Modern: Kesepadanan Ilmiah dalam Surah An-Nur Ayat 35

TROBOS.CO – Para ilmuwan sepakat bahwa komponen utama alam semesta terdiri atas ruang, waktu, partikel, dan gelombang. Jika ditelusuri, keempat komponen ini mengindikasikan keberadaan cahaya di alam semesta, sebab menurut fisika modern, cahaya memiliki dua sifat sekaligus: partikel dan gelombang.

Namun jauh sebelum teori ini muncul, sekitar 1400 tahun yang lalu, Al-Qur’an telah mengisyaratkan konsep cahaya secara mendalam dalam Surah An-Nur ayat 35, yang berbunyi:

“Allah (adalah) cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca, dan kaca itu bagaikan bintang yang gemerlapan; dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di timur dan tidak pula di barat, yang minyaknya hampir menerangi walau tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya. Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki.”

Ayat ini menjadi bahan perenungan banyak ulama dan ilmuwan karena mengandung kesepadanan simbolis dengan konsep cahaya dalam sains modern.

Kesepadanan Makna: Cahaya dalam Tafsir dan Fisika

Para ulama menafsirkan “cahaya di atas cahaya” sebagai lapisan-lapisan realitas spiritual, antara lain:

  • Cahaya indrawi, cahaya akal, cahaya hati, cahaya wahyu, hingga cahaya Ilahi yang meliputi segalanya.
  • Spektrum ruhani: cahaya fitrah, iman, ilmu, ma‘rifah, dan tauhid murni.
  • Alam berlapis: mulai dari alam syahadah (fisik), alam mitsal (imajiner dan mimpi), alam malakut (ruh), alam jabarut (kekuasaan), hingga alam lahut (ketuhanan).

Sementara dalam fisika modern, cahaya dijelaskan sebagai:

  • Gelombang elektromagnetik, yang mencakup radio, inframerah, cahaya tampak, ultraviolet, sinar-X, hingga sinar gamma.
  • Partikel cahaya (foton) yang membawa energi sesuai frekuensinya.

Kesepadanan ini tampak pada perumpamaan “pelita dalam kaca” yang menyerupai relung atau wadah cahaya (beam) seperti dalam teknologi laser, di mana energi cahaya terfokus dan diarahkan.

Makna Saintifik dalam Simbol Qur’ani

Frasa “minyak yang hampir menyala tanpa disentuh api” dapat diartikan secara ilmiah sebagai energi potensial, yaitu kondisi medium yang hampir aktif dan hanya memerlukan sedikit pemicu untuk memancarkan energi. Fenomena menyala tanpa api juga menyerupai luminesensi, seperti kunang-kunang atau fosfor yang bercahaya tanpa pembakaran.

Dengan demikian, perumpamaan dalam ayat tersebut tidak hanya bersifat metaforis, tetapi juga mengandung lapisan makna yang relevan dengan sains modern.

Dalam fisika kuantum, materi yang dibelah terus-menerus akan menghasilkan quanta energi, dan pada tingkat paling halus berubah menjadi energi vibrasi. Semakin tinggi frekuensi getarannya, semakin besar pula energinya — seolah-olah mendekati konsep “cahaya di atas cahaya” dalam makna spiritual.

Cahaya sebagai Jembatan Spiritual dan Ilmiah

Ilmu pengetahuan modern kini memasuki era biofotonik, yaitu riset penggunaan cahaya untuk mendeteksi dan menyembuhkan jaringan hidup tanpa pembedahan. Dalam konteks ini, cahaya kembali menjadi simbol pengetahuan dan penyembuhan, sebagaimana cahaya Ilahi menjadi sumber petunjuk bagi manusia.

Jika partikel masih termasuk alam nyata, maka energi vibrasi berada di alam tak tampak, yang oleh Al-Qur’an disimbolkan sebagai “pohon yang tumbuh tidak di timur dan tidak pula di barat” — misterius namun tetap nyata dalam dimensi ghaib.

Sesungguhnya, ayat-ayat Al-Qur’an membuka ruang tafsir yang luas, memungkinkan setiap zaman menyingkap lapisan makna baru sesuai tingkat pengetahuan dan kesadaran manusia.
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (*)

Penulis: Ir. Widodo Djaelani, tinggal di Perumahan Mangli Jember

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *