trobos.co – Dalam sejarah para zuhhad, tersimpan kisah yang menggetarkan hati. Suatu hari, Ibrahim bin Adham—seorang raja yang meninggalkan tahtanya demi mencari keridaan Allah—bertemu dengan seorang lelaki yang tubuhnya digerogoti penyakit sopak. Kulitnya hancur, wajahnya rusak, dan matanya tak lagi bisa melihat cahaya dunia.
Namun, dari bibirnya yang rapuh terus mengalir kalimat penuh syukur:
“Alhamdulillah… Alhamdulillah…”
Kisah Ibrahim bin Adham
Ibrahim bin Adham berkata: “Aku pernah melewati seorang lelaki yang terkena penyakit sopak dan matanya buta. Lelaki itu terus berkata: ‘Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkanku dari banyak ujian yang menimpa makhluk-Nya, dan yang telah mengutamakanku di atas banyak makhluk yang lain dengan keutamaan.’
Aku pun bertanya kepadanya: ‘Wahai saudaraku, dari sisi mana engkau melihat ada keutamaan untukmu, padahal Allah telah mengujimu dengan sopak dan kebutaan?’
Lelaki itu menjawab: ‘Wahai Ibrahim, bukankah Allah masih memberiku lisan yang bisa berdzikir dan hati yang bisa bersyukur? Itulah keutamaan Allah bagiku.’”
Mendengar itu, Ibrahim bin Adham menunduk berlinang air mata. Ia berbisik dalam hatinya:
“Inilah hakikat syukur yang tak pernah kutemukan dalam kemewahan raja-raja. Orang ini buta matanya, tapi ruhnya melihat lebih jauh daripada mata dunia. Orang ini hancur tubuhnya, tapi hatinya hidup dengan nikmat yang abadi.”
Landasan Al-Qur’an dan Hadis tentang Syukur
-
Allah menegaskan betapa sedikitnya hamba yang benar-benar bersyukur:
وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ ٱلشَّكُورُ
“Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS. Saba’: 13) -
Janji Allah bagi orang yang bersyukur:
لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
“Jika kalian bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7) -
Rasulullah ﷺ bersabda:
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ: إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan urusan orang beriman. Semua urusannya adalah kebaikan, dan itu tidak dimiliki kecuali oleh orang beriman. Jika mendapat kesenangan, ia bersyukur, maka itu baik baginya. Jika ditimpa kesusahan, ia bersabar, maka itu baik baginya.” (HR. Muslim)
Renungan
Syukur sejati bukan diukur dari sehatnya badan atau banyaknya harta, tapi dari hati yang mengenal Allah dan lisan yang mampu menyebut nama-Nya.
Musibah bukan akhir dari nikmat. Kadang Allah menutup satu pintu dunia agar kita melihat pintu langit.
Orang beriman bisa memandang nikmat di balik ujian: sakitnya tubuh bisa jadi sebab sehatnya hati, hilangnya penglihatan bisa jadi jalan terbukanya cahaya iman.
Pesan untuk Generasi Kini
Di era sekarang, banyak orang mudah mengeluh hanya karena sinyal lemot, gaji telat, atau like media sosial yang sepi.
Padahal ada orang-orang yang kehilangan penglihatan, kesehatan, bahkan tubuhnya hancur, tapi masih bisa berkata:
“Alhamdulillah.”
Generasi yang kuat bukanlah yang punya fisik sempurna atau dompet tebal, melainkan yang memiliki hati penuh syukur dan jiwa yang tahan banting.
Karena syukur itulah yang membuat hidup tetap berwarna, meski langit tampak kelam.
Maka, mari belajar dari lelaki buta itu: jangan fokus pada apa yang hilang, tapi lihatlah nikmat yang masih Allah titipkan. Selama hati masih bisa berdzikir, kita tetaplah orang yang paling kaya.
Penulis: Cak Muhid, penulis 4 Buku Seri Perjalanan Spiritual, tinggal di Mojokerto







