Trobos.co – Bunker Jepang, peninggalan era pendudukan tahun 1942–1945 di sepanjang Pantai Selatan Kabupaten Lumajang, kini tak lagi megah seperti dulu. Bangunan bersejarah itu dibiarkan terbengkalai tanpa perawatan, bahkan sebagian dimanfaatkan warga untuk kebutuhan sehari-hari.
Warga sekitar menyebut bunker pertahanan itu dengan istilah “cor”. Sejak ditinggalkan tentara Jepang, bangunan tersebut praktis tidak berfungsi. Beberapa bunker dijadikan kandang ternak, tempat menyimpan kayu bakar, pagupon (rumah burung dara), hingga gudang serbaguna.
Peninggalan Bersejarah

Pantauan Trobos.co, jumlah bunker dan bangunan peninggalan Jepang di kawasan Pantai Selatan Lumajang cukup banyak. Fungsinya kala itu adalah sebagai benteng pertahanan, pengintaian, sekaligus jalur logistik untuk mengantisipasi serangan tentara Sekutu.
Tentara Jepang juga memobilisasi masyarakat untuk membangun infrastruktur penunjang, mulai dari jalan penghubung antardesa, landasan helipad, penggilingan padi, bendungan, asrama tentara, tiang pengintaian, hingga pembangkit listrik tenaga air. Bahkan ditemukan sumur raksasa dan jalur tembus antarwilayah yang masih tersisa.
Sebaran Bunker di Lumajang
Puluhan bunker ditemukan tersebar di berbagai kecamatan, antara lain:
-
Kecamatan Yosowilangun (Desa Wotgalih, Desa Kraton, Desa Darungan),
-
Kecamatan Kunir,
-
Kecamatan Tempeh,
-
Kecamatan Pasirian,
-
Kecamatan Candipuro,
-
Kecamatan Pronojiwo,
-
Kecamatan Tempursari.
Namun, sebagian bunker telah rusak akibat faktor alam, seperti tergerus aliran sungai dan hempasan ombak pantai selatan. Ada pula warga yang berupaya mengambil besi dari rangka bangunan bunker, tetapi gagal karena konstruksi terlalu kokoh.
Jejak Penelitian Akademik
Bunker dan peninggalan zaman Jepang di Lumajang pernah menjadi objek penelitian ilmiah. Salah satunya dilakukan oleh Dini Zakiyah Darajat, mahasiswi Universitas Jember, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, jurusan Sejarah, yang menulis skripsi dengan fokus pada bangunan bersejarah tersebut.
Kini, bunker-bunker itu hanya menjadi saksi bisu masa lalu, menunggu perhatian dan pelestarian agar tidak hilang dimakan waktu.
✍️ Penulis: Suharyo & Zainal Abidin (Trobos.co)