Dewan Pers Indonesia dan SPRI Ajukan 8 Tuntutan Kemerdekaan Pers ke Presiden Prabowo

Trobos.co, Jakarta – Dewan Pers Indonesia (DPI) bersama Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) secara resmi mengajukan delapan tuntutan penting kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto. Tuntutan ini dimaksudkan untuk menjamin kemerdekaan pers serta menghentikan dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Dewan Pers yang ada saat ini.

Ketua DPI hasil Kongres Pers Indonesia 2019 sekaligus Ketua Umum SPRI, Hence Mandagi, menilai kepemimpinan Dewan Pers selama beberapa periode terakhir bermasalah karena tidak berasal dari kalangan wartawan profesional. Kondisi ini, menurutnya, berpotensi merusak etika, independensi, dan kredibilitas pers nasional.

banner 336x280

“Dampak negatif akibat kepemimpinan Dewan Pers yang tidak pernah berprofesi sebagai wartawan sangat luas dan mendalam. Hal ini bisa merusak pilar utama ekosistem pers,” tegas Mandagi.

Ia menambahkan, praktik pembiaran terhadap pemberitaan isu demonstrasi dan kerusuhan yang tidak sesuai kode etik jurnalistik menjadi contoh nyata lemahnya peran Dewan Pers saat ini.

8 Tuntutan DPI dan SPRI

A. Terkait Keanggotaan dan Struktur Dewan Pers

  1. Lindungi hak wartawan untuk bebas memilih organisasi wartawan, sesuai amanat UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

  2. Kembalikan hak wartawan non-konstituen agar dapat mencalonkan diri dan dipilih sebagai anggota Dewan Pers.

  3. Libatkan organisasi pers non-konstituen berbadan hukum dalam pengajuan dan pemilihan anggota Dewan Pers.

  4. Batalkan peraturan sepihak Dewan Pers mengenai konstituen yang dinilai tidak memiliki dasar hukum.

  5. Batalkan SK Presiden tentang pengesahan anggota Dewan Pers 2025–2028, karena dianggap menghilangkan hak wartawan non-konstituen.

B. Terkait Sertifikasi dan Regulasi

  1. Tindak sertifikasi ilegal, yakni penerbitan Sertifikat Kompetensi Wartawan tanpa lisensi resmi dari Pemerintah atau BNSP.

  2. Perintahkan BNSP menertibkan praktik pemberian lisensi Lembaga Uji Kompetensi oleh Dewan Pers yang dianggap tidak memiliki kewenangan.

C. Terkait Peran Pemerintah

  1. Dukung penataan pers nasional dengan membersihkan Dewan Pers dari oknum elit dan eks pejabat yang diduga memanfaatkan posisi untuk kepentingan pribadi.

Kritik atas Praktik Pers Nasional

Mandagi menegaskan, mayoritas wartawan dan organisasi pers merasa terdiskriminasi akibat aturan sepihak Dewan Pers. Wartawan seolah dipaksa bergabung dengan organisasi konstituen, padahal UU Pers Pasal 7 menjamin kebebasan wartawan memilih organisasi.

“Pers nasional seharusnya dikendalikan oleh masyarakat pers, bukan oleh elit atau penumpang gelap. Fakta di lapangan, kerja sama media dengan pemerintah daerah sering hanya menguntungkan segelintir media besar, sementara ribuan media lokal tersisihkan,” ujarnya.

Ia menyoroti praktik kerja sama publikasi pemerintah yang terpusat di Jakarta, sehingga distribusi belanja iklan nasional tidak merata. Menurutnya, hal ini membuat pengawasan publik terhadap pejabat minim, sehingga praktik korupsi semakin masif.

Mandagi pun berharap Presiden Prabowo Subianto segera mengambil langkah tegas untuk menyelamatkan masa depan pers nasional.

“Pers Indonesia jangan sampai diperalat pihak-pihak yang tidak sejalan dengan semangat pemerintahan dalam memberantas mafia, korupsi, dan praktik ekonomi serakah. Kami meminta Presiden menyelamatkan pers Indonesia dari kelompok elit yang nihil pengalaman jurnalistik,” pungkasnya.

Catatan Latar Belakang

  • Dewan Pers Indonesia (DPI): Wadah komunikasi organisasi-organisasi pers dalam Sekber Pers Indonesia. Pernah menggelar Mubes Pers Indonesia (2018) di TMII dan Kongres Pers Indonesia (2019) di Asrama Haji Pondok Gede.

  • Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI): Didirikan sejak 1998, dideklarasikan tahun 2000 di Jakarta. Pernah ikut menyusun draft UU Pers 1999 serta aktif mengawal kebebasan pers melalui demonstrasi dan advokasi.

(Sumber DPI dan SPRI).*endang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *