trobos.co – Untuk pertama kalinya, Natsir muda berkesempatan bertemu langsung dengan tokoh besar yang selama ini hanya ia baca beritanya, Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto.
Hari itu, Natsir ikut menyambut kedatangan Pak Tjokro yang melakukan kunjungan ke cabang-cabang Syarikat Islam di sekitar Bandung.
Begitu kereta tiba, Natsir menangkap pemandangan yang tidak biasa. Sosok pemimpin kharismatik yang dijuluki “Raja Jawa Tanpa Mahkota” itu turun dari gerbong sambil menenteng sebuah velbed (kasur lipat).
Penasaran, usai berkenalan, Natsir pun bertanya:
“Mengapa tuan membawa velbed?”
Orator ulung sekaligus guru dari banyak aktivis pergerakan kemerdekaan itu tersenyum lebar sebelum menjawab sambil menatap wajah Natsir:
“Saya tidak mau jadi beban orang yang saya datangi. Dengan velbed ini, saya bisa menginap di mana saja. Di masjid atau di tempat lainnya.”
(Disarikan dari Biografi Mohammad Natsir: Kepribadian, Pemikiran, dan Perjuangan karya Lukman Hakiem, hlm. 31).
Sikap tidak ingin merepotkan inilah yang kemudian diwarisi oleh Mohammad Natsir. Seorang pendukung Masyumi di Laweyan, Solo, pernah bercerita bahwa rumahnya dipilih Natsir sebagai tempat menginap. Kisah itu terjadi saat reuni para pendukung Masyumi di awal era reformasi.
Bagi sang tuan rumah, pengalaman tersebut menjadi kebanggaan tersendiri, bahkan diwariskan sebagai cerita turun-temurun. Betapa rumah sederhana miliknya pernah menjadi tempat singgah seorang tokoh bangsa: Ketua Umum Partai Masyumi, mantan Perdana Menteri, sekaligus mantan Menteri Penerangan yang dikenal bersahaja, bersih dari korupsi, dan penuh keteladanan.
(Trobos.co)*
Penulis: Arif Wibowo – Dewan Dakwah, Biro Dakwah Khusus