Kisah KH Imron Anis dari Drs. H. Masudi, M.Si: Kenangan, Nasehat, dan Konsistensi

Trobos.co – Setelah sebelumnya tersaji komentar dari sahabat, santri, dan para tokoh, kini giliran cerita dari orang dekat tentang perjalanan hidup almarhum KH Imron Anis. Kisah ini disampaikan oleh Drs. H. Masudi, M.Si, mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Lumajang sekaligus kerabat almarhum.

“Almarhum memanggil saya Pak Lek,” tutur Masudi membuka kenangan. “Meski saya lebih tua, saya tetap hormat kepada beliau karena ilmunya.”

banner 336x280

Dididik Sejak Kecil di Pesantren

Menurut Masudi, sejak kecil Gus Imron – sapaan akrab almarhum – memang dipersiapkan oleh ayahandanya, KH Anis, untuk menjadi seorang pemimpin. Sejak muda ia dipondokkan di pesantren asuhan KH Hamid Pasuruan.

Tampaknya KH Hamid memiliki kesan yang begitu mendalam terhadap Gus Imron. Bahkan, Gus Imron kerap diminta memijat KH Hamid. “Saat memijat itulah beliau mendapat kuliah langsung—ilmu yang dalam dan luas,” kenang Masudi.

KH Hamid bahkan sempat menghendaki agar Gus Imron tidak perlu mondok, melainkan dibawa pulang saja. “Besok arek iki akeh semute,” ujar KH Hamid, yang bermakna kelak Gus Imron akan dikerumuni banyak santri yang datang menimba ilmu.

Namun Gus Imron memilih tetap mondok, meski tidak lama. Meski hanya sebentar, penguasaannya terhadap kitab-kitab sangat mengagumkan. “Saya kagum. Kalau Gus Imron menjelaskan kitab, ilmunya begitu luas dan mendalam. Mungkin itu yang disebut ilmu laduni,” ujar Masudi.

Nasehat dan Kedekatan Personal

Karena masih memiliki hubungan kekerabatan, Masudi merasa sangat dekat dengan almarhum. “Beliau selalu memantau saya. Kalau ada persoalan, beliau datang. Mengajak salat berjamaah, berdoa di rumah saya, lalu pamit pulang,” ungkapnya.

Suatu ketika, Masudi pernah mengalami pencurian. Almarhum datang, lalu mengajak salat berjamaah dan berdoa. Setelah itu beliau berkata, “Aman wes, gak kiro malinge teko maneh, wis tak konci,” yang artinya Aman sudah, tidak akan ada maling datang lagi, sudah saya kunci.

Dari sekian banyak nasehat yang diberikan almarhum, ada satu yang terus diingat Masudi:

“Urip iku kudu sing ati-ati, apa maneh pejabat.”
(Hidup itu harus hati-hati, apalagi sebagai pejabat.)

Almarhum juga selalu menekankan pentingnya menjaga salat, mendirikan tahajud, dan rajin bersedekah. “Walaupun beliau lebih muda dari saya, nasehatnya tetap saya hormati,” ucap Masudi.

Menitipkan Delapan Anak

Ada pula kisah lain yang membekas dalam ingatan Masudi. Almarhum pernah menitipkan delapan anak dari kerabat yang orang tuanya meninggal, agar dibantu. “Alhamdulillah saya bisa melaksanakan tugas tersebut. Hingga kini kedelapan anak itu tuntas pendidikan, rumah tangga, dan pekerjaannya,” ujarnya.

Masudi bahkan menampung mereka di sebuah rumah yang sebenarnya ditawar orang lain dengan harga sewa Rp50 juta per tahun. Namun ia memilih menepati amanah dari almarhum. “Saya tidak melihat uang itu. Alhamdulillah Allah mengganti jauh lebih besar dari angka tersebut,” kenangnya.

Konsistensi Seorang Pejabat

Orang dekat almarhum KH Imron Anis, mantan sekda Drs Masudi (baju kotak kotak, bersama H. Nugroho Dwi Atmoko, H. Nawawi Yazid dan H. Bambang Hidayat Sampurna (Foto : Nugroho Dwi Atmoko/Trobos.co)

Hal yang paling ditekankan almarhum kepada Masudi adalah konsistensi. “Sebagai pejabat harus menjaga satunya kata dengan perbuatan,” tegasnya.

Masudi menilai almarhum dan saudara-saudaranya adalah bibit unggul dari KH Anis. Hampir semua anaknya kini mengasuh pesantren. “Dengan meninggalnya KH Imron Anis, saya merasa sangat kehilangan,” ucapnya lirih.

Akhirnya, Masudi hanya bisa mengirim doa untuk kerabat sekaligus gurunya itu. “Selamat jalan Gus Imron. Semoga Allah mengampuni dosa-dosanya, menjauhkan dari siksa kubur dan siksa neraka, serta menempatkannya di surga Firdaus,” tutupnya.

(Suharyo/Trobos.co)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *