Ustad Masyfii Al Farabi (1950–2024): Belajar Qiroah Setelah Dewasa, Menginspirasi Generasi Pecinta Al-Qur’an

TROBOS.CO – LUMAJANG | Nama Ustad Masyfii Al Farabi begitu dikenal masyarakat Lumajang. Sosok bersahaja ini identik dengan seni baca Al-Qur’an (qiroah), yang suaranya kerap menghiasi berbagai acara keagamaan maupun hajatan warga.

Orangnya dikenal familiar, rendah hati, dan mudah bergaul. Ia juga menghormati siapa pun yang mencintai kalam Ilahi, baik tua, muda, maupun anak-anak.“Mereka orang yang layak dihormati, karena pecinta kalam Ilahi,” ujarnya suatu ketika.

Ustad Masyfii tinggal di Jl. Kyai Ghozali Timur Gg 9, Kelurahan Rogotrunan, Lumajang, di rumah sederhana peninggalan orang tuanya. Rumah itu sekaligus berdampingan dengan Mushola Ulul Albab, yang dibangun megah dan menjadi tempat ia membimbing jamaah.

Sebagai putra bungsu dari 12 bersaudara pasangan Wasroh dan Masmirah, Masyfii sebenarnya tidak disiapkan menjadi qori profesional. Ia menempuh pendidikan umum — SD, SMP, hingga SMA — sementara pengetahuan agamanya diperoleh lewat ngaji langgaran bersama teman sebaya.

Kecintaan Masyfii terhadap seni baca Al-Qur’an bermula dari suara qiroah yang terdengar setiap pagi dari radio milik tetangganya, H. Zain, seorang keturunan Jambi yang dikenal fasih membaca Al-Qur’an dengan langgam Mesir.

“Biasanya tiap habis salat Subuh disetel bacaan Al-Qur’an suara orang Mesir,” kenangnya.

Melihat minat anaknya, sang ibu sering mengajak Masyfii menghadiri pengajian yang biasanya diawali dengan lantunan qiroah. Salah satu sosok yang sangat mempengaruhinya adalah Ustad Nawawi Qodir, guru qiroah legendaris Lumajang.

Sang ibu bahkan pernah melecut semangatnya dengan berkata,

“Kamu bisa tampil seperti itu.”
Dan Masyfii menjawab,
“Ya, bisa… asal ada yang mengajari.”

Sejak itu, Masyfii mulai belajar di rumah Ustad Nawawi Qodir yang masih satu kampung. Meski sempat beberapa kali gagal dalam lomba MTQ tingkat kampung, semangatnya tidak pernah padam. Hingga akhirnya, ketika duduk di kelas tiga SMA Negeri 1 Lumajang, ia berhasil meraih juara MTQ tingkat kabupaten — kebanggaan besar bagi dirinya dan ibunya.

Untuk memperdalam kemampuannya, ia kemudian bergabung dengan Jamiyatul Qurra’ (Jamqur) Cabang Kota Lumajang di Madrasah Ibtidaiyah Nurul Islam. Awalnya, Masyfii hanya mengintip latihan dari luar, malu karena tidak punya uang iuran. Namun nasib baik menghampirinya ketika Ustad Nafik (Nafi’ul Amri) melihatnya dan mengajaknya masuk.

Dari situlah, Masyfii benar-benar menapaki jalan qiroah. Ia belajar dari Ustad Nawawi sebagai pembina utama dan Ustad Nafik sebagai asisten. Hingga beberapa tahun kemudian, Masyfii dipercaya menjadi asisten pelatih qiroah.

Menurut sahabatnya, Sjahsidi, Ustad Masyfii sempat minder karena tidak bisa menulis huruf Arab, maklum karena latar belakang sekolah umum. Namun berkat dukungan rekan-rekannya, termasuk murid yang membantu menuliskan teks Arab di papan tulis, ia tetap bisa mengajar dan membimbing qori muda dengan percaya diri.

Kini, meski telah berpulang pada 2024, nama Ustad Masyfii Al Farabi tetap hidup dalam ingatan masyarakat Lumajang sebagai guru qiroah penuh dedikasi yang menebarkan cinta Al-Qur’an lewat suaranya yang khas dan ketulusan hatinya. (*)

Shodiq Syarief

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *