Tingkatkan Gemar Membaca di Indonesia: Tantangan dan Peluang Membangun Budaya Literasi

TROBOS.CO | Kegemaran membaca merupakan salah satu indikator penting dalam membangun kualitas sumber daya manusia. Semakin tinggi minat baca suatu bangsa, semakin besar pula peluangnya untuk tumbuh menjadi masyarakat yang kritis, kreatif, dan inovatif.

Di kawasan Asia Tenggara, kebiasaan membaca menunjukkan variasi yang menarik. Ada negara yang warganya menjadikan membaca sebagai bagian dari gaya hidup, dan ada pula yang masih berjuang meningkatkan minat masyarakat terhadap buku.

Menurut data Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas), rata-rata masyarakat Indonesia membaca enam buku per tahun dengan total waktu membaca 129 jam per tahun. Tingkat Kegemaran Membaca (TGM) meningkat dari 63,90 pada 2022 menjadi 66,67 pada 2023, namun angka ini masih tertinggal dibandingkan negara tetangga.

Sebagai perbandingan, Singapura berdasarkan laporan National Reading Habits Study 2024 dari National Library Board, mencatat rata-rata membaca 6,7 buku per tahun dan waktu membaca 155 jam per tahun.
Sementara Thailand, menurut survei global WorldAtlas, memiliki kebiasaan membaca hingga 9 jam 24 menit per minggu, salah satu yang tertinggi di dunia. Vietnam juga menunjukkan tren positif, terutama di kalangan muda yang menghabiskan lebih dari 13 jam per minggu membaca buku digital.

Salah satu penyebabnya adalah akses bacaan yang belum merata. Banyak perpustakaan daerah masih terbatas dalam koleksi, sarana, dan jam operasional.
Selain itu, meski masyarakat Indonesia aktif di dunia digital, kebiasaan membaca yang dominan masih bersifat singkat dan instan, seperti konten media sosial, bukan membaca buku panjang atau literatur mendalam.

Budaya membaca rekreasional juga belum tumbuh kuat. Sebagian besar masyarakat membaca hanya ketika terpaksa misalnya karena tugas sekolah atau pekerjaan.

Sebaliknya, Singapura dan Thailand telah menanamkan kebiasaan membaca sejak dini melalui kebijakan pemerintah, kurikulum sekolah, serta dukungan perpustakaan umum yang kuat. Di sana, membaca bukan sekadar kewajiban akademik, tetapi aktivitas sosial yang menyenangkan dan bernilai.

Apakah kita harus minder? Tentu tidak. Justru kita perlu iri dalam arti positif terhadap negara-negara dengan tingkat minat baca tinggi.

Potensi bangsa Indonesia sangat besar. Tingkat literasi digital yang meningkat, penetrasi smartphone yang luas, serta banyaknya komunitas literasi menjadi modal besar untuk meningkatkan kegemaran membaca.

Program seperti perpustakaan digital, gerakan literasi komunitas, dan dukungan terhadap penulis lokal dapat menjadi langkah strategis memperkuat budaya membaca.

Meningkatkan minat baca memang bukan pekerjaan instan, melainkan investasi jangka panjang yang membutuhkan kesabaran dan strategi menyeluruh. Bila budaya membaca tumbuh dari keluarga, diperkuat di sekolah, dan dijaga oleh masyarakat, Indonesia akan melangkah menuju masa depan yang lebih cerdas, beradab, dan berbudaya literasi.

Teguh W. Utomo
Aktivis literasi dan pengurus Gerakan Pembudayaan Minat Baca (GPMB) Jawa Timur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *