TROBOS.CO, LUMAJANG – Siapa sangka, Desa Wotgalih di Kecamatan Yosowilangun, sebuah desa di pesisir selatan Lumajang yang dulu terisolasi oleh rawa dan sawah, kini menyandang predikat istimewa. Dari rahim desa inilah lahir dua putra terbaik yang berhasil meraih puncak tertinggi akademik sebagai guru besar atau profesor.
Kisah ini adalah cerminan perjuangan melawan stigma keterbelakangan. Pada era 1970-an, fasilitas pendidikan di Wotgalih sangat terbatas. Sekolah dasar negeri yang ada hanya menyediakan kelas hingga tingkat tiga. Untuk melanjutkan ke kelas empat, para siswa harus berjalan kaki sejauh empat kilometer ke Desa Kraton.
Namun, potret buram itu kini telah berubah total. Wotgalih telah bertransformasi menjadi “desa pelajar”, dipenuhi oleh berbagai lembaga pendidikan mulai dari SD/MI, tiga SMP, hingga beberapa pondok pesantren. Transformasi ini tidak lepas dari inspirasi yang ditebarkan oleh dua sosok putra daerah: Prof. Dr. Kliwon Hidayat dan Prof. Latipun, Ph.D.
Mengenang Momen Bersejarah
Inspirasi terbaru datang dari Prof. Latipun, yang dikukuhkan sebagai guru besar Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) pada 12 April 2023. Momen bersejarah tersebut menjadi kebanggaan luar biasa, tidak hanya bagi keluarga dan almamaternya di SMPN 03 Yosowilangun, tetapi juga bagi rekan-rekan seperjuangannya di Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KB PII) Lumajang.
Prof. Latipun adalah bukti nyata dari ikhtiar anak desa yang gigih. Setelah lulus dari SPGN Lumajang, ia tak langsung bekerja, melainkan melanjutkan studi di IKIP Malang. Di sanalah ia mengasah diri, aktif di HMI, dan turut mengelola koran kampus. Perjalanannya yang penuh liku berhasil mengubah pola pikir masyarakat desanya yang dulu kurang peduli terhadap pentingnya pendidikan tinggi.
Kiprahnya sebagai dosen kelahiran 11 Februari 1964 ini ditandai dengan produktivitas luar biasa: 68 penelitian, 29 buku, serta berbagai jabatan strategis di tingkat pusat. Dalam orasi ilmiahnya, ia memperkenalkan gagasan “Konseling dan Terapi Berorientasi pada Kemampuan Self-Recovery” sebagai strategi implementasi SDGs di bidang kemanusiaan.
Sang Perintis Jalan
Kisah sukses Prof. Latipun seolah melengkapi jejak yang telah dirintis oleh seniornya yang juga lahir di Wotgalih, Prof. Dr. Kliwon Hidayat. Sang senior terlebih dahulu dikukuhkan sebagai guru besar di Universitas Brawijaya, Malang.
Kedua tokoh inilah yang membuka gerbang harapan bagi anak-anak desa. Kini, banyak pemuda-pemudi Wotgalih yang termotivasi untuk menempuh pendidikan tinggi, bahkan hingga ke Timur Tengah. Sebagian dari mereka telah kembali dan menjadi tokoh organisasi masyarakat di tingkat kabupaten.
Kisah dua profesor dari Wotgalih ini adalah penegas bahwa kesuksesan bukan monopoli orang kota. Anak desa pun memiliki hak yang sama untuk meraihnya, asalkan dibekali dengan tekad yang kuat dan semangat kerja keras.