Indonesia seolah menjadi surga bagi para koruptor. Di tengah jerit pilu rakyat, mereka bergerak leluasa, menumbuhkan benalu keserakahan di atas pohon bangsa yang kian kurus kering. Bahkan ketika berhadapan dengan hukum, tak sedikit yang pada akhirnya bisa kembali tertawa bebas.
Bayangkan jika negeri ini bersih dari korupsi. Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD, pernah melontarkan sebuah kalkulasi menakjubkan: jika korupsi diberantas dan sumber daya alam dikelola dengan benar, setiap warga negara bisa menerima Rp20 juta per bulan tanpa perlu bekerja.
Namun, itu hanyalah sebuah utopia, sebuah impian yang kontras dengan kenyataan pahit. Sampai kapan impian ini akan terwujud? Di tengah ketidakpastian, kita hanya bisa bertanya: bisakah keadaan ini berubah?
Tentu bisa, jika ada kemauan politik yang serius dan kerja keras tanpa kompromi. Suara jernih dari hati rakyat yang lama menderita pun semakin nyaring terdengar. Mereka menuntut tindakan yang lebih keras dan tegas.
Gagasan untuk memiskinkan koruptor terus menggema, namun banyak yang merasa itu tidaklah cukup. Keinginan agar para pengkhianat bangsa itu dihukum mati kini menjadi sebuah aspirasi yang logis. Sejumlah pihak menunjuk Tiongkok sebagai salah satu negara yang berani menerapkan kebijakan tanpa pandang bulu: mengeksekusi mati koruptor di hadapan publik untuk menciptakan efek jera maksimal.
Jika pendekatan serupa diterapkan di Indonesia, orang akan berpikir ribuan kali sebelum merampok uang negara. Hukuman itu tidak hanya mengancam nyawa mereka, tetapi juga akan menjadi aib abadi bagi keluarga.
Langkah drastis ini dianggap perlu. Sebab, imbauan moral dan dalil-dalil suci terbukti tak lagi mempan bagi mereka yang hatinya telah tertutup. Para koruptor sepertinya hanya takut pada bukti nyata: nyawa dihabisi sebelum remisi sempat diobati.
Kerugian yang Mencengangkan
Angka korupsi di negeri ini memang sudah lama membuat publik terperangah. Skalanya terus berevolusi secara mengerikan: dari jutaan, merangkak ke miliaran, hingga kini mencapai triliunan rupiah.
Sebagai contoh, kasus korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022 diperkirakan merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah. Belum lagi segudang kasus lain yang nilainya fantastis, yang menunjukkan betapa beraninya para pelaku kejahatan ini menggerogoti bangsanya sendiri.
Pada titik ini, ketika kejahatan sudah begitu luar biasa (extraordinary crime), apakah hukuman yang biasa-biasa saja masih relevan?